Tuesday, April 20, 2010

Diary - bagian satu


Aku menulis bukan karna ikut-ikutan kakaku atau ikutan saudaraku yang sudah menerbitkan buku. Bukan..., aku sudah menulis ketika waktu belum mendewasakanku. aku sudah menulis ketika masa remajaku mulai mengejolak dijiwa. Aku sudah menulis ketika hormon remajaku mulai tumbuh. Ya masa sekolah menengah. Tentu saja aku mulai menulis pertama dalam bentuk *Diary* dan yang pasti aku menulis untuk diriku sendiri. Tapi memang aku pernah menulis untuk koran lokal dan cerpen dulu, tapi itu tidak penting. yang pasti aku menulis untuk diriku sendiri.

foto diatas adalah diary ku yang ke III dan IV yang masih tersisa, diary I dan II hilang entah kemana (jangan-jangan aku bakar, lupa). Diary tersebut aku tulis ketika masa remaja, ketika aku duduk di bangku SMA (sekarang SMU kali ya). Dan diary tersebut bukanlah buku yang di beli, tapi buku yang aku buat sendiri dari kertas bekas.

Pertanyaannya buat apa aku menulis? Aku tidak tau. Yang pasti mungkin sama seperti kakak-ku bilang, detoxification. Mungkin juga karna ingin menumpahkan kekesalan, marah, cinta, dendam, emosi, erosi atau apalah, atau mungkin juga karna aku pelamun, autis, atau setengah gila. Mungkin dengan menumpahkan semua ke tulisan, jiwaku bisa sedikit tenang. Dari pada menumpahkanya ke manusia, sebab kertas lebih sabar ketimbang manusia.

Jika melihat isi diary-ku yang diatas, bisa disimpulkan aku adalah penulis dengan tangan yang sangat buruk, mungkin tulisanku lebih bagus dikit dari cakar ayam. Tapi tentu saja sejak adanya blog dan internet aku jadi ngk perlu memikirkan tulisan yang bersaing sama tulisan ayam, dan mulai lah aku menulis di sana di dunia maya (dibalik jadi ayam juga ya ), tentu saja apa yang aku tulis aku ngk peduli orang lain mengerti, biarlah hanya tuhan dan aku yang mengerti seperti kata orang jakarta, siapa yang tau kalo bajaj mau belok? hanya Tuhanlah yang tau (apa hubunganya? )

Begitulah kadang aku tidak pernah mengerti dengan apa yang aku tulis, walau aku menulisnya dalam keadaan sadar, bukan sakau. mungkin besok-besoknya ketika ku ulang membaca tulisan tsb, barulah aku sadari apa yang aku tulis. Apa lagi orang lain yang membacanya. ( --> lama-lama benjol)

Ketika kubaca ulang diary III, IV diatas yang kutulis dimasa ABG, aku senyum-senyum kecil, ternyata diary itu bisa mengingatkan aku akan apa yang terjadi dulu ketika aku masih bocah. padahal dulu aku tak tahu apa kelak yang aku tulis itu berguna atau tidak. Waktu itu aku hanya sadar apa yang aku tulis hanya berupa goresan suara batin yang bersifat personal. Dan sepertinya memang menulis diary dengan jujur adalah terapi jiwa menghadapi idealitas dunia.

Menulis diary bukan hal cengeng. Waktu dulu ketika menulis diary pertama kali, terus terang aku ter-obsesi oleh gola gong yang menulis semua petualangannya dalam diary. Dan tentu saja banyak para petualang dan penjelajah dunia yang menulis diary sehingga mereka meninggalkan catatan yang sangat berguna. Bukan hanya petualang atau penjelajah, para politikus sastrawan dan orang gila juga banyak menulis diary, seperti Tan malaka, Mochtar Lubis, Ahmad Wahib, Hitler, bahkan colombus. Punya diary.

Memang menulis diary sering dianggap sepele oleh orang lain, tapi menulis itu bagi-ku bisa memberikan kesenangan sendiri. Menulis diary bukan hanya masalah menumpahkan kekesalan, marah, cinta, dendam, emosi, erosi, pelamun, autis, atau setengah gila. Tapi juga bentuk kejujuran pada diri sendiri. Karna dalam diary-lah kita bersikap jujur sepenuhnya.

kitting
(nanti akan aku bahas isi diarynya)