Wednesday, May 5, 2010

Menulis Membahagiakan


(Ini tulisan kakak-ku di Blog-nya: http://putirenobaiak.wordpress.com/ )

Oleh: puti reno baiak

SEJAK kecil aku dibiasakan orangtua membaca. Ibu dan papaku yang keduanya guru selalu membawakan buku-buku, buku apa saja, ilmu pengetahuan, sastra, seni, dan sebagainya.

Jadilah aku dan adik-adik pecandu buku. Kerakusanku membaca tak terpuaskan hanya dengan buku-buku yang dipinjamkan orangtua. Kami bertiga, aku dan dua adikku, sering menyisihkan uang jajan untuk membeli majalah anak-anak atau komik bersama. Waktu itu yang populer adalah majalah Ananda dan Bobo, serta buku-buku serial dongeng Hans Christian Andersen.

Selain dari perpustakaan sekolah, hobi membaca juga kami salurkan lewat taman bacaan; menyewa beragam buku, mulai dari komik, majalah, novel, dan sebagainya. Aku suka cerita-cerita yang ditulis Makmur Hendrik, Asmaraman S. Kho Ping Hoo, Serial Tintin, Lima Sekawan, dan Trio Detektif.

Yang paling kusukai cerita petualangan dan fiksi ilmiah. Juga suka puisi. Sejak kelas 5 SD mulai menulis puisi. Kegilaanku tersebut berlanjut terus sampai di SMP dan SMA. Aku mulai membaca tulisan-tulisan yang serius, karya-karya klasik. Rajin ke Pustaka Kotamadya —waktu itu aku tinggal di Padang Panjang, Sumatera Barat. Saat SMA, menggilai puisi Chairil Anwar, Sutardji Calzoum Bachri, dan Rendra. Aku membaca hampir semua novel Indonesia populer saat itu, Maria A. Sardjono, Marga T., Motinggo Busye, dan lain-lain. Juga, cerita picisan.

Seiring bacaan, aku juga selalu menulis setiap hari. Menuliskan yang terasa di hati dan pikiran; di kertas sobekan, di diari, atau di buku pelajaran. Kalau sudah asyik menulis di kamar, aku bisa lupa diri. Biasanya ditemani musik.

Aku menulis mimpi. Menulis lara. Bahagiaku. Menulis menimbulkan semacam rasa “addict” dan gairah hidup. Kata sahabatku Anti, “Kaya orang gila lu!” Kemudian kusadari, kesukaanku menulis dirangsang oleh kesukaan membaca.

Bagiku menulis adalah obat mujarab untuk melepaskan stres. Jika ada masalah, mengambil pena dan melepaskan ‘racun’ dibenak pelan-pelan ke buku. Bukan itu saja, kadang benakku punya pikiran-pikiran ‘aneh’, pendapat-pendapat yang tak ingin kukatakan pada orang lain, caranya ya menuliskannya.

Oh ya, aku tak pernah berpikir menjadi penulis, entahlah mengapa. Bahkan sewaktu adik sepupuku Emil yang sama-sama hobi menulis denganku memintaku mengirim tulisan ke koran, aku tidak berminat. Sedang dia sudah mulai menulis di koran-koran lokal di kota Padang.

Yang ada di kepalaku hanyalah petualangan dan petualangan. Aku memang seorang pengkhayal. Mungkin karena aku terlalu banyak membaca tentang petualangan, aku memilih jurusan Arkeologi di Universitas Indonesia. Alangkah menyenangkan keliling dunia menjadi Arkeolog, lalu menulis catatan perjalanan seperti Karl May. Sayang aku tidak lulus pada pilihan kedua, Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Sastra Universitas Andalas, Padang.

Selama sekolah dan kuliah, selalu mendapat nilai tertinggi untuk mengarang. Masih kuingat di kuliahan dulu, temanku yang lulus cum laude, selalu penasaran, dia tak pernah bisa mengalahkanku dalam kuliah composition dan semacamnya yang ada karang-mengarangnya. Hehe…fantasiku di lawan! Sewaktu sudah tamat, aku nyambi jadi ‘pembimbing gadungan’ beberapa teman yang belum lulus untuk mengkoreksi skripsi mereka sebelum ke pembimbing yang sebenarnya.

Anehnya aku masih tak berpikir ingin menjadi penulis. Tidak mengirim karya-karyaku, walau kemudian saat sudah mulai bekerja di beberapa perusahaan profit, aku mulai ingin punya buku atau karya tulis yang diterbitkan.

Kenyataannya, walau bukan penulis profesional apalagi terkenal, selama ini aku telah hidup dari menulis. Saat SMA aku dipercaya mengajar ekstrakurikuler Pelajaran Bahasa Inggris di kelasku karena aku menuliskan materi pelajaran yang mudah kepada teman-teman sendiri. Mereka lebih mudah memahami daripada belajar dari guru. Aku menulis pelajaran les sederhana untuk mengajar les privat anak-anak SMP, SMA dan untuk beberapa pejabat saat kuliah.

Sayangnya aku tak membukukan materi tersebut dengan baik. Sekarang tak tahu dimana berkasnya, yang sempat aku bawa ke Aceh hilang sudah ditelan tsunami, walau aku yakin aku masih bisa menulis ulang suatu waktu nanti sebab dia tersimpan di memori pemberianNya yang sangat berharga.

Di pekerjaan sejak dulu sampai sekarang aku juga hidup dari menulis, mulai dari menulis konsep surat, kontrak kerja, perjanjian, klaim proyek, laporan dan bermacam tulis menulis lainnya dalam Bahasa Indonesia dan Inggris. Dengan menulis aku mendapat kemudahan di kantor.

Jika ada masalah pekerjaan atau ingin naik gaji, aku menulis surat kepada atasan dengan pertimbangan-pertimbangan yang logis, lebih berhasil daripada bicara lisan. Ketika banyak orang di kantor mengeluh sulitnya menulis laporan dalam dua bahasa, bagiku enteng saja.

Insya Allah, bagiku menulis tidak sulit. Bekerja di organisasi konservasi saat ini aku menulis news letter, brosur, poster, fact sheet, iklan, kampanye, laporan, buku cerita konservasi untuk anak-anak, juga bahan-bahan untuk pendidikan konservasi, bahan pelajaran Bahasa Inggris untuk anak SD dan timku (pawang dan polisi hutan).

Yang utama sampai sekarang, aku menulis lebih untuk keseimbangan jiwa raga; menulis membahagiakan, memudahkan hidup. Walau ada keinginan untuk menjadi penulis yang karyanya diterbitkan, tapi tak menekan, aku santai saja. Aku masih menulis di beberapa blogku. Yang belum kesampaian adalah obsesi untuk menulis novel.

Akhirnya, menulis menyehatkan pikiran, membuncah rasa, mengilangkan kerak-kerak cancer di otak, dan membuai kebahagiaan. Semoga.